Kamis, 06 September 2012

GRAND DESIGN MAHASISWA IDEAL MASA DEPAN

                      
Sebuah penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan maju tidaknya sebuah negara ternyata tidak dipengaruhi oleh umur atau usia negara tersebut. Mesir dan India adalah negara yang telah berusia lebih dari 2000 tahun, namun saat ini masih banyak penduduknya yang tergolong miskin. Australia, Singapura, Kanada dan New Zealand adalah negara yang baru berusia sekitar 150 tahun dalam membangun negaranya, tapi sekarang ini mereka tergolong negara maju dan penduduknya tidak lagi miskin. Kekayaan sumber daya alamnya yang dimiliki oleh sebuah negara juga tidak menjamin negara tersebut menjadi kaya. Jepang adalah negara yang hampir 80% wilayahnya adalah pegunungan dan tidak dapat mencukupi untuk peningkatan pertanian dan peternakan. Namun Jepang, saat ini, adalah raksasa ekonomi dunia. Swiss tidak mempunyai ladang coklat, hanya 11% wilayahnya yang dapat ditanami, tapi Swiss justru menjadi penghasil coklat dan susu terbaik didunia. Para eksekutif tinggi di seluruh dunia baik dari negara maju maupun berkembang, sepakat bahwa tidak ada perbedaan tingkat kecerdasan manusia, baik yang berasal dari negara maju maupun berkembang. Warna kulit juga tidak mempengaruhi. Para imigran yang dianggap pemalas di negara asalnya ternyata dapat menjadi sumber daya potensial di negara-negara maju di Eropa. Lalu apa yang menentukan negara kaya dan miskin? Ternyata yang menentukan maju/kaya atau terbelakang/miskinnya sebuah negara atau bangsa adalah dari attitude atau karakter masyarakatnya. Masyarakat di negara kaya/maju mempunyai karakter yang menjunjung nilai-nilai dasar kehidupan, seperti: saling menghormati, menghargai, jujur, patuh pada peraturan, tepat waktu, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, dan gemar menabung. Di negara terbelakang/miskin ternyata hanya sedikit orang atau minoritas yang mempunyai perilaku atau karakter seperti itu.
·                Potensi Besar Mahasiswa Sebagai Sumber Energi Perbaikan
Mahasiswa adalah fase emas dalam kehidupan manusia, karena pencerahan dan pematangan jati diri dan visi hidup pada umumnya dicapai pada periode usia mahasiswa.  Soekarno, presiden RI pertama, menyebutkan dalam bukunya Soekarno-Penyambung Lidah Rakyat, beliau mengalami masa pematangan hidup saat menempuh pendidikan insinyur di TBS, Bandung antara tahun 1920-1926. Banyak tokoh besar pendiri bangsa ini yang bermula dari dunia kampus, sebuh saja Moh. Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Adam Malik, Soepomo, Ki Hadjar Dewantara, dan masih banyak lagi. Mahasiswa adalah bagian dari fase hidup manusia dimana manusia dapat dengan dalam menggali jati diri dan visi menuju kematangan berpikir dan bertindak. Disisi lain, potensi besar yang dimiliki mahasiswa adalah diantaranya: usia, idealisme, energi, intelektualitas, dan kesempatan belajar. Mahasiswa pada umumnya adalah meraka yang berusia diantara 18-24 tahun. Pada usia ini, mahasiswa adalah tergolong kaum muda yang mempunyai semangat berkobar-kobar. Kaum muda mempunyai semangat untuk mengubah kondisi di sekitarnya menjadi seperti yang diinginkan (idealis). Mahasiswa juga mempunyai energi atau tenaga yang besar, bersemangat dan bermotivasi tinggi. Mahasiswa adalah mereka yang mengenyam pendidikan pada level tertinggi, yaitu perguruan tinggi, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang jauh lebih luas untuk menggali ilmu sedalam-dalamnya. Iklim perguruan tinggi memudahkan mahasiswa untuk memperluas cakrawala keilmuan mereka melalui sarana yang tersedia lebar untuk mereka. Mahasiswa mempunyai kapasitas keilmuan yang tinggi karena berada di lingkungan kampus dengan sumber ilmu tidak terbatas. Dengan segala kelebihannya dan potensinya ini, tidak mengherankan jika sejarah umat manusia tidak pernah lepas dari peran pemuda dan mahasiswa didalamnya. Terlalu banyak contoh tentang hal itu. Jadi jelaslah bahwa mahasiswa selaku bagian dari pemuda, adalah kekuatan besar sekaligus garda terdepan dalam mentransformasi karakter/attitude mayoritas masyarakat Indonesia yang masih terbelakang ini menjadi karakter masyarakat unggul dan berdaya saing .
·                Peran Mahasiswa dalam Arus Perbaikan Bangsa
Peran aktif mahasiswa-pemuda telah termaktub secara jelas di Pasal 17, UU. No 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, yaitu kekuatan moral,  kontrol sosial, dan agen perubahan. Mahasiswa-pemuda sebagai kekuatan moral adalah menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan; memperkuat iman dan takwa serta ketahanan mental-spiritual; dan meningkatkan kesadaran hukum. Mahasiswa sebagai kontrol sosial adalah memperkuat wawasan kebangsaan; membangkitkan kesadaran atas tanggung jawab, hak, dan kewajiban sebagai warga negara; membangkitkan sikap kritis terhadap lingkungan dan penegakan hukum; meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan publik; menjamin transparansi dan akuntabilitas publik; dan memberikan kemudahan akses informasi. Mahasiswa sebagai agen perubahan adalah memimpin perubahan kearah yang lebih baik disegala bidang kehidupan manusia: sosial, politik, ekonomi, kewirausahaan, pendidikan, kesehatan, hukum, pendidikan, riset dan teknologi, kesenian, kebudayaan, olahraga, dll. Mahasiswa mempunyai peran yang sangat strategis dan vital dalam perbaikan bangsa Indonesia.
Karena itu mahasiswa harus mampu menunjukan kapasitas sosial, politik, dan moral serta kapasitas keilmuan yang nyata kepada seluruh elemen masyarakat di Indonesia ini agar peran vitalnya dalam keikutsertaan perbaikan bangsa semakin diakui. Kapasitas-kapasitas tersebut harus dimanifestasikan dalam tindakan yang praktis dan solutif sehingga masyarakat benar-benar merasakan dan mengakui peran vital mahasiswa-pemuda seperti cerita sejarah perubahan bangsa ini yang kita tahu.
Kita telah memaklumi bersama bahwasannya mahasiswa termasuk kalangan elit. Hanya segelintir saja dari jutaan orang pemuda di Indonesia, yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Tak semua memiliki kesempatan masuk ke dalam kelas ini. Terlebih realita yang ada saat ini manakala biaya kuliah semakin mahal. Makin sedikit pula yang dapat merasakan hidup di dunia perguruan tinggi. Dan yang sedikit itulah, yang memiliki potensi strategis sebagai iron stock para leader di negeri kita ini. Mahasiswa adalah kalangan yang memiliki potensi besar melakukan mobilitas. Bahkan, hal itu sudah dilakukan semenjak mereka resmi memiliki status sebagai mahasiswa, karena status itu termasuk kelas menengah. Ke depan, selepas menyelesaikan proses pembelajaran dan pencarian jati diri mereka di kampus, pintu melakukan mobilitas itu semakin terbuka. Mobilitas secara vertikal maupun horizontal, menuju ke posisi strategis di berbagai sektor yang akan mereka geluti, baik public sector, private sector atau third sector.
Besarnya potensi mereka itu –logis, karena hampir tidak mungkin negeri ini akan dipimpin oleh para lulusan SMP apalagi SD– tak luput dari besarnya harapan yang disematkan ke pundak mereka. Mereka diharapkan oleh masyarakat untuk nantinya kembali dan membangun masyarakat khususnya di daerah dari mana mereka berasal. Mahasiswa yang merantau, seolah-olah menjadi perwakilan daerah untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin kemudian diterapkan dalam pembangunan daerahnya suatu saat nanti. Dan ini memang menjadi salah satu peran yang harapannya bisa dijalankan oleh para mahasiswa, terlepas dari realita mahasiswa zaman sekarang yang tak sedikit menghabiskan masa studinya dengan hura-hura dan bersenang-senang. Sebenarnya apa saja peran mahasiswa yang bisa dimainkannya dalam pembangunan daerah? Hal ini perlu dipahami bersama, karena ketidakjelasan peran akan menimbulkan kegamangan. Dan kegamangan akan mengakibatkan ketidakproduktifan. Maka tentang peran mahasiswa dalam pembangunan daerah ini perlu kita ulas lebih jauh. Namun, kita perlu terlebih dahulu melihat seberapa jauh potensi yang dimiiki oleh mahasiswa. Sehingga apa saja peran yang dapat dimainkan nanti, bisa kita lihat dari potensi yang ada dalam diri mereka.
Pertama, kita dapat melihat potensi mahasiswa dari aspek karakternya. Kita pahami bersama, bahwa mahasiswa memiliki karakter idealis. Semua hal dilihat dan ingin dibentuk dalam tataran ideal. Baik dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri, keorganisasian, berbagai sistem dan kebijakan dalam masyarakat maupun dalam kehidupan negara. Mahasiswa biasanya menjadi orang yang paling resah dengan ketidakberesan, benci dengan ketidakadilan, menginginkan tegaknya aturan dan norma kebaikan. Dengan begitu tepatlah manakala mahasiswa disebut sebagai social control, mengkritisi setiap ketidakberesan berjalannya sistem di masyarakat maupun Negara.
Pemuda memiliki tipe pemikiran yang kritis dan kreatif. Mahasiswa sebagai bagian dari pemuda tak lepas dari sifat ini. Sejarah mengatakan, bahwa perubahan-perubahan besar berawal dari para pemuda. Kita dapat melihat bagaimana peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia serta reformasi berawal. Semua tidak luput dari peran para pemuda. Pun begitu dengan berbagai peristiwa perubahan, revolusi dan pembaruan di beberapa belahan dunia. Kaum muda memiliki frame berfikir yang khas. Berawal dari idealismenya dia kritis terhadap persoalan-persoalan, dan dengan kreativitasnya memberikan solusi-solusi dari persoalan yang ada. Tak jarang solusi yang mereka hasilkan merupakan hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya oleh generasi yang lebih tua. Banyak terobosan baru yang mereka lahirkan, karena mereka punya paradigma berpikir yang berbeda. Karena berbeda paradigma, maka biasanya antara generasi tua dan generasi muda terjadi konflik pemikiran, antara paradigma lama dan paradigma baru. Kita dapat ambil contoh pada salah satu persitiwa besar, proklamasi kemerdekaan. Terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda tentang kapan proklamasi harus dilakukan. Beberapa kelebihan yang bersifat alami di atas, yakni idealis, kritis dan kreatif membuat arus perubahan dapat diciptakan, menuju yang lebih baik sebagaimana idealita yang ada dalam benak mereka. Dipadu dengan sifat semangat, dan didukung oleh kekuatan fisik yang masih prima, maka arus perubahan semakin besar. Mereka tak akan kenal lelah dalam bekerja dan menggerakkan perubahan itu, sehingga dalam waktu yang tak terlampau lama apa yang mereka inginkan akan segera dicapai.
Kedua, potensi mereka dilihat dari aspek intelektualitas, kecerdasan dan penguasaan wawasan keilmuan. Ilmu dan wawasan yang dimiliki selain akan memperluas cakrawala pandangan, juga memberikan bekal teoritis maupun praktis dalam pemecahan masalah. Seorang mahasiswa akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang ada yang pada masa dahulu pernah ditemui manusia dan dirumuskan dalam berbagai teori pemecahannya. Atau, jika hal yang ada belum pernah ditemui sebelumnya, maka mereka sudah memiliki bekal yang metodologis dan sistematis tentang bagaimana cara menemukan pemecahan problem-problem yang ada. Tiada lain dengan riset, baik riset di bidang eksak maupun noneksak. Potensi dari dua aspek yang ada itulah yang akan membuat mahasiswa dapat melakukan perannya. Syaratnya, kedua potensi itu benar-benar dikembangkan secara optimal oleh mereka baik secara personal maupun komunal sehingga dapat menjadi senjata yang siap digunakan untuk memberikan kemanfaatan terbesar bagi masyarakat. Potensi dari aspek karakter dikembangkan dengan berbagai aktivitas yang mengasah softskill, baik melalui kegiatan organisasi, pelatihan-pelatihan maupun aktivitas keseharian mahasiswa di luar kegiatan akademik. Sedangkan potensi intelektualitas dibangun melalui semua kegiatan yang mengasah hardskill, yakni kegiatan belajar mengajar, pengkajian, penelitian dan juga pelatihan. Dengan begitu mereka memiliki kualifikasi dan kompetensi menuju profil mahasiswa ideal, yakni mahasiswa yang memiliki integritas moral, kredibilitas sosial dan profesionalitas keilmuan.
Pada era sekarang ini, rasanya sudah tidak relevan lagi manakala implementasi peran mahasiswa hanya sekadar seperti apa yang dilakukan pada masa-masa lalu. Sebagian besar yang telah dilakukan mahasiswa untuk menjalankan peran sebagai agent of change dan social control dilakukan melalui aksi-aksi turun ke jalan. Aksi untuk menuntut perubahan kebijakan, penyebaran wacana dan opini ke publik, namun belum bisa memberikan solusi konkrit. Sudah saatnya hal itu diubah, sudah tiba waktunya bagi mahasiswa untuk memaksimalkan peran sebagai aktor intelektual yang dapat memberikan jawaban-jawaban dan solusi yang konkrit, membumi, aplikatif dan bermutu. Bukan sekadar wacana yang mengawang, atau alternatif solusi dari hasil analisis yang serampangan. Namun semuanya berbasis penguasaan keilmuan pada bidang masing-masing, melalui proses pengkajian yang mendalam dan komprehensif, dilihat dari berbagai sudut pandang secara interdisipliner sehingga menghasilkan solusi yang solutif.
Peran yang bisa dimainkan mahasiswa di daerah tentu tak terkungkung pada daerahnya masing-masing, namun bisa berperan di daerah lain. Juga tidak melulu yang bersifat konseptual, namun juga yang bersifat praktikal dengan terjun langsung di masyarakat. Yang jelas semuanya didasari oleh kerangka berpikir ilmiah. Mahasiswa dapat memulai aksinya berpijak dari masalah-masalah yang ada pada suatu daerah, maupun potensi besar yang belum terkembangkan atau teroptimalkan yang dapat menjadi senjata bagi daerah tersebut. Baik dalam bidang pangan, pendidikan, kesehatan, iptek, pertanian, sosial, budaya, pemerintahan dan lain sebagainya. Di bidang pangan misalnya, suatu daerah memiliki keunggulan komparatif sebagai penghasil salak. Di setiap musim panen, produksi salak melimpah dan dapat mensuplai produk ke beberapa daerah lain yang membutuhkan. Permasalahannya adalah seringkali jumlah produksi salak melebihi permintaan yang ada, sehingga ada sisa yang setiap periode terbuang percuma, karena sifat produk pertanian yang cepat rusak. Berdasarkan permasalahan itu, seorang mahasiswa yang baik akan dapat mengubah permasalahan seperti itu menjadi potensi besar. Dia akan melakukan riset untuk menciptakan produk olahan dari salak, sehingga salak yang tidak termanfaatkan dalam bentuk mentah setelah menjadi produk olahan lain akan memiliki nilai jual lebih tinggi, disamping dapat meningkatkan daya tahan produk itu sendiri. Implikasi positif lain dari hal ini adalah membuka peluang usaha baru yang nantinya dapat menyerap tenaga kerja, dengan begitu pengangguran dapat dikurangi. Kripik salak dan selai salak merupakan contoh produk sebagai wujud nyata dari usaha semacam ini. Contoh lainnya, manakala pada suatu daerah memiliki permasalahan pada banyaknya sampah padat yang tidak tertangani dan akhirnya menumpuk di beberapa tempat. Selain dari segi estetika tidak sedap bagi pemandangan, menimbulkan bau tidak sedap, dari aspek kesehatan dapat menjadi sumber beberapa penyakit, selain memberikan potensi ancaman banjir apabila menyumbat beberapa saluran air. Mahasiswa atau kelompok mahasiswa dapat memberikan solusi dengan program pemberdayaan masyarakat pengolahan sampah organik. Dampaknya pada pengurangan jumlah sampah yang ada secara signifikan, dihasilkannya produk olahan sampah organik misalnya menjadi pupuk organik yang memiliki kegunaan dan bernilai jual, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah.
Mahasiswa tidak harus terjun sendiri ke masyarakat secara swadaya, karena hal itu akan sangat berat. Alangkah sangat baiknya mahasiswa dapat merangkul berbagai pihak yang dapat diajak kerja sama dalam membuat proyek-proyek yang lebih besar untuk memberikan pencerdasan pada masyarakat dan memberdayakan mereka. Pemerintah daerah, pihak kampus (universitas) dan pihak swasta adalah pihak-pihak yang sangat bertanggung jawab dalam kemajuan masyarakat. Pemerintah daerah tentu saja pelaku utama yang bertanggung jawab penuh terhadap kemajuan masyarakat di daerahnya. Universitas memiliki kewajiban dalam pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana tertuang dalam salah satu poin Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pihak swasta memiliki kewajiban untuk melaksanakan program-program CSR (Corporate Social Responsibility). Peran ketiga elemen besar itu harus dapat dioptimalkan, dan disinergikan. Dan hal ini dapat diinisiasi oleh mahasiswa.
Pihak pemerintah berperan dalam pendanaan sebagaimana telah dianggarkan, juga SDM pakar dengan adanya para petugas penyuluh lapangan dari departemen-departemen tertentu. Pihak universitas memberikan sumbangan dari sisi keilmuan, program (misalnya dengan priogram KKN) dan SDM pelaksana, yakni mahasiswa itu sendiri. Aspek dana juga didukung oleh pihak swasta, selain perannya dalam memenuhi kebutuhan akan instrumen berupa peralatan maupun perlengkapan. Sinergitas yang saling melengkapi dari ketiga pihak ini akan memberikan signifikansi sangat tinggi dalam upaya melaksanakan pembangunan daerah. Karena dengan sinerginya beberapa pihak tersebut, masing-masing tidak bekerja sendiri melalui program yang bisa jadi overlap satu sama lain sehingga tidak efektif dan efisien, bahkan kontraproduktif. Ke depan, kesadaran akan pentingnya sinergitas antara beberapa pihak perlu semakin ditingkatkan, dan ini harus dimulai semenjak sekarang. Tak ketinggalan, penyiapan diri mahasiswa, yang ke depan juga akan menempati ruang-ruang strategis di pemerintah, swasta maupun kampus harus dilakukan semenjak dini, dengan cara:
1.    Pengembangan potensi diri dari aspek hardskill maupun softskill sebagai upaya memaksimalkan potensinya sebagai iron stock,
2.    Melakukan kontrol kebijakan pemerintah terhadap penentuan arah dan karakteristik pembangunan daerah,
3.    Berupaya untuk senantiasa memenuhi kebutuhan akan perbaikan dari kehidupan masyarakat dan berbagai permasalahan yang terjadi di sana melalui penerapan dan implementasi ilmu yang telah diperoleh di bangku perguruan tinggi,
4.    Mengembangkan jaringan (networking) dengan berbagai pihak, khususnya yang memiliki peran dan potensi dalam pembangunan daerah.
               

3 komentar: